Tolak Intoleransi, Wujudkan Toleransi Beragama dalam Masyarakat Multikultur

Ari Kartiko
(Peserta PKDP 2023 PTP UIN SATU Tulungagung – IKHAC Mojokerto)
Toleransi beragama adalah salah satu nilai mendasar dalam masyarakat yang multikultural seperti Indonesia. Dalam negara dengan lebih dari 17.000 pulau, 300 kelompok etnis, dan beragam keyakinan agama, toleransi adalah faktor penting yang memungkinkan warga negara Indonesia dari berbagai latar belakang untuk hidup berdampingan dalam kedamaian dan harmoni. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi makna, manfaat, dan tantangan yang terkait dengan toleransi beragama di Indonesia. Lebih dari sekadar simbol keharmonisan, toleransi beragama adalah pondasi yang mendukung perkembangan sosial, ekonomi, dan politik yang berkelanjutan.
Toleransi beragama adalah kemampuan untuk menghormati, memahami, dan menerima keberagaman keyakinan agama yang ada di sekitar kita tanpa diskriminasi atau prasangka. Ini adalah sikap terbuka terhadap keyakinan dan praktik agama orang lain, bahkan jika keyakinan itu berbeda dengan yang kita anut. Toleransi beragama juga mencakup kemampuan untuk hidup berdampingan dan bekerja sama dengan orang-orang dari latar belakang agama yang berbeda, tanpa ada konflik atau ketegangan berkepanjangan.
Dalam konteks Indonesia, toleransi beragama adalah nilai yang melekat dalam budaya dan sejarah bangsa ini. Selama berabad-abad, Indonesia telah menjadi tempat bagi berbagai agama, seperti Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan berbagai kepercayaan tradisional. Walaupun sejarah Indonesia juga mencatat insiden-insiden intoleransi, banyak contoh menunjukkan bahwa toleransi agama adalah norma, bukan pengecualian.
Toleransi beragama membawa sejumlah manfaat yang signifikan bagi masyarakat Indonesia dan masyarakat multikultural di seluruh dunia. Beberapa manfaat ini meliputi:
1. Kerukunan Sosial: Toleransi beragama memungkinkan orang-orang dengan latar belakang agama yang berbeda untuk hidup berdampingan dengan damai dan saling mendukung. Ini menciptakan lingkungan sosial yang harmonis. Salah satu contoh paling jelas adalah ketika masyarakat Indonesia merayakan berbagai hari raya agama. Misalnya, saat Idul Fitri, umat Islam merayakan akhir bulan Ramadan dengan berbagai tradisi seperti saling memaafkan, berbagi makanan dengan tetangga, dan memberikan zakat kepada yang membutuhkan. Tapi yang menarik adalah bagaimana komunitas non-Muslim merespon. Mereka mungkin akan memberikan ucapan selamat Idul Fitri, bahkan menghadiri perayaan bersama tetangga Muslim mereka, dan saling bertukar makanan dan hadiah.
2. Kerjasama Ekonomi: Dalam lingkungan yang toleran, individu dan kelompok agama yang berbeda dapat bekerja sama dalam berbagai proyek ekonomi dan usaha bisnis. Ini menciptakan peluang ekonomi yang lebih besar. Sevagai contoh Di beberapa daerah pedesaan Indonesia, terutama di Jawa dan Bali, terdapat kelompok tani yang terdiri dari anggota berbagai agama seperti Islam, Hindu, dan Kristen. Mereka bekerja sama dalam budidaya tanaman, perikanan, dan peternakan. Misalnya, dalam proyek pertanian, anggota kelompok tani mungkin memiliki pengetahuan yang berbeda tentang pertanian berdasarkan keyakinan agama mereka, namun mereka dapat berbagi pengalaman dan teknik untuk mencapai hasil yang lebih baik. Ini menciptakan peluang ekonomi yang lebih besar bagi seluruh komunitas.
3. Pengayaan Budaya: Beragam keyakinan agama membawa berbagai ekspresi budaya, seni, dan tradisi ke dalam masyarakat. Ini memperkaya budaya Indonesia dan membuatnya lebih berwarna. Arsitektur Indonesia juga mencerminkan pengaruh agama dalam desain bangunan-bangunan penting. Misalnya, masjid di Indonesia memiliki desain yang beragam, dengan pengaruh dari arsitektur Islam yang berbeda seperti Arab, Persia, dan Mughal. Di sisi lain, kuil Hindu di Bali memiliki arsitektur yang khas dengan gerbang candi, meru (tumpukan berundak), dan patung-patung dewa Hindu.
4. Penghindaran Konflik: Toleransi beragama meminimalkan risiko konflik berbasis agama yang dapat memiliki dampak destruktif pada masyarakat. Hal ini membantu menjaga perdamaian dan stabilitas. Indonesia adalah contoh negara dengan beragam kelompok agama seperti Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan kepercayaan tradisional. Meskipun ada perbedaan agama dan budaya yang signifikan, Indonesia telah berhasil mempertahankan stabilitas relatif dalam hal konflik agama. Salah satu faktor utamanya adalah semangat toleransi beragama yang kuat. Misalnya, setelah serangkaian konflik berbasis agama pada tahun 1990-an, upaya-upaya besar telah dilakukan untuk mempromosikan toleransi beragama, termasuk program-program pendidikan antaragama dan dialog antaragama.
5. Penghargaan terhadap HAM: Toleransi beragama mendukung penghargaan terhadap hak asasi manusia (HAM). Ini menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan adil. Toleransi beragama juga menciptakan kesadaran tentang perlindungan terhadap minoritas agama yang rentan. Misalnya, dalam beberapa kasus, minoritas agama dapat menjadi target diskriminasi, pelecehan, atau bahkan kekerasan. Dalam masyarakat yang toleran, ada kemauan untuk melindungi minoritas ini dan memastikan bahwa hak asasi manusia mereka tidak dilanggar.
6. Kerukunan Politik: Dalam masyarakat yang toleran, partisipasi politik dari berbagai kelompok agama dihargai, dan perwakilan yang lebih inklusif dapat tercapai. Dialog politik antaragama dapat memainkan peran penting dalam menciptakan partisipasi politik yang inklusif. Contoh ini termasuk pertemuan reguler antar pemimpin agama dari berbagai kelompok untuk membahas masalah-masalah politik dan sosial yang relevan.
7. Pembangunan Sosial: Toleransi beragama mendukung pembangunan sosial yang berkelanjutan, termasuk pendidikan dan pelayanan kesehatan yang merata bagi semua warga negara. Contoh kampanye-kampanye kesehatan masyarakat yang melibatkan berbagai kelompok agama dapat menciptakan kesadaran yang lebih besar tentang isu-isu kesehatan seperti vaksinasi, penanggulangan penyakit menular, dan perawatan kesehatan mental.
8. Pengaruh Positif pada Prestasi Akademik: Penelitian menunjukkan bahwa siswa yang tumbuh dalam lingkungan toleran beragama cenderung mencapai prestasi akademik yang lebih baik karena kurangnya stres dan ketegangan berbasis agama. Di Indonesia, yang memiliki berbagai kelompok agama dan budaya, penelitian juga menunjukkan dampak positif dari toleransi beragama pada prestasi akademik. Sekolah-sekolah yang mendorong dialog antaragama dan menghormati beragam keyakinan agama cenderung menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk pembelajaran. Siswa merasa lebih aman dan nyaman dalam mengejar pendidikan mereka.
Tantangan dalam Mewujudkan Toleransi Beragama di Indonesia
Meskipun toleransi beragama adalah nilai penting dalam budaya Indonesia, masih ada sejumlah tantangan yang menghadapinya. Beberapa di antaranya adalah:
1. Ekstremisme Agama: Kelompok ekstremis yang menggunakan agama sebagai alat untuk menyebarkan pesan intoleransi dan melakukan tindakan kekerasan merupakan tantangan serius. Mereka dapat mengancam perdamaian dan stabilitas. Kelompok ekstremis sering menggunakan agama untuk menyebarkan pesan intoleransi dan kebencian terhadap kelompok agama atau etnis lainnya. Mereka mungkin mengklaim bahwa agama mereka adalah satu-satunya yang benar, dan mengkriminalisasi atau mengkafirkan kelompok lain. Hal ini dapat menciptakan ketegangan antaragama dan memicu konflik.
2. Politik Identitas: Dalam beberapa tahun terakhir, politik identitas telah menjadi kendala besar. Beberapa kelompok politik mencoba memanfaatkan isu-isu agama untuk keuntungan politik, yang dapat meningkatkan ketegangan antaragama.
3. Media Sosial: Peran media sosial dalam menyebarkan pesan intoleransi dan ujaran kebencian tidak boleh diabaikan. Platform-media sosial memberikan akses yang lebih besar kepada individu dan kelompok untuk menyebarkan pesan intoleransi secara cepat dan luas, selain itu Algoritma media sosial yang dirancang untuk meningkatkan keterlibatan pengguna dapat mempromosikan konten yang kontroversial atau provokatif. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan penyebaran pesan intoleransi dan ujaran kebencian.
4. Kebijakan Diskriminatif: Beberapa undang-undang atau kebijakan yang diskriminatif dapat menjadi kendala bagi kelompok agama minoritas. Kebijakan ini dapat menciptakan ketidaksetaraan dan memicu ketegangan antaragama. Beberapa negara menghukum keras kritik terhadap agama, termasuk kritik terhadap agama mayoritas. Ini dapat menciptakan ketegangan antaragama dan menghambat kebebasan berbicara, Beberapa negara mewajibkan warga negara untuk mencantumkan agama mereka pada kartu identitas. Hal ini dapat digunakan untuk membedakan antara anggota agama mayoritas dan minoritas, yang dapat mengakibatkan diskriminasi dan perlakuan tidak adil.
5. Ketidaksetaraan Sosial dan Ekonomi: Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi dapat menciptakan ketegangan antaragama. Ketika kelompok-kelompok tertentu merasa bahwa mereka diperlakukan secara tidak adil dalam hal sosial atau ekonomi, ini dapat memicu sentimen intoleransi.
6. Kurangnya Pendidikan Antaragama: Beberapa sekolah mungkin kurang memasukkan pendidikan antaragama dalam kurikulum mereka. Ini dapat menghasilkan ketidakpahaman terhadap agama-agama lain dan berpotensi memicu stereotip dan prasangka.
7. Ketidakpercayaan terhadap Otoritas Agama Lain: Ketika orang tidak memahami atau tidak percaya pada keyakinan agama lain, ini dapat menciptakan ketegangan. Pemahaman yang dangkal atau salah tentang agama-agama lain dapat memicu prasangka.
Strategi untuk Meningkatkan Toleransi Beragama di Indonesia
Untuk mengatasi tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan toleransi beragama, berbagai strategi dapat diimplementasikan. Beberapa di antaranya adalah:
1. Pendidikan Antaragama yang Inklusif: Pendidikan yang mempromosikan pemahaman dan penghargaan terhadap agama-agama lain harus diintegrasikan dalam kurikulum sekolah.
2. Dialog Antaragama: Dialog terbuka dan bermakna antar pemimpin agama, akademisi, dan anggota masyarakat sipil harus didorong.
3. Pelatihan Pemimpin Agama: Pemimpin agama harus dilengkapi dengan keterampilan komunikasi yang efektif dan pemahaman mendalam tentang pentingnya kerukunan.
4. Kampanye Publik: Kampanye publik yang mempromosikan pesan toleransi dan kerukunan harus diluncurkan, dengan fokus pada media sosial.
5. Perubahan Kebijakan: Kebijakan yang diskriminatif harus dievaluasi dan diubah. Hukum yang ketat harus diterapkan terhadap tindakan intoleransi dan kekerasan berbasis agama.
6. Kolaborasi Antar Pihak: Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, kelompok agama, dan organisasi internasional harus didorong.
7. Pemantauan dan Pelaporan: Badan independen harus dibentuk untuk memantau dan melaporkan tindakan intoleransi dan pelanggaran HAM.
8. Pemberdayaan Masyarakat: Partisipasi aktif masyarakat dalam upaya mengatasi intoleransi harus didukung.
9. Penggunaan Teknologi: Teknologi informasi dan media sosial harus digunakan untuk menyebarkan pesan toleransi dan pendidikan antaragama.
10. Pendidikan Kesadaran Multikultural: Pendidikan yang mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang budaya dan keragaman etnis serta agama harus didorong.
11. Mobilisasi Tokoh Masyarakat: Menggandeng tokoh-tokoh masyarakat, selebriti, dan tokoh agama terkenal untuk mendukung pesan toleransi dan kerukunan.
12. Pengembangan Riset dan Penelitian: Penelitian tentang intoleransi agama dan dampaknya harus didukung untuk merancang program yang lebih efektif.
Kesimpulan
Toleransi beragama adalah nilai yang penting dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia. Ini adalah dasar bagi kerukunan dan perkembangan sosial, ekonomi, dan politik yang berkelanjutan. Meskipun tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan toleransi beragama tidak sedikit, dengan upaya bersama dari semua pihak, Indonesia dapat membangun masyarakat yang lebih inklusif, toleran, dan damai. Toleransi beragama bukanlah tugas yang mudah, tetapi adalah pondasi yang kuat untuk masa depan yang lebih cerah bagi semua warga negara Indonesia, tanpa memandang agama atau keyakinan mereka.