Isra’ Miraj dalam Perspektif Komunikasi

Isro dan Miroj pada kalender bulan Hijriyah biasanya diperingati setiap tanggal 27 bulan Rajab. Sementara pada kalender Masahi peringatan Isra dan miraj jatuh pada hari kamis besok tanggal 8 Februari 2024. Pada tanggal tersebut oleh pemerintah ditetapkan sebagai hari libur nasional. Dimomen tersebut biasanya umat Islam di berbagai daerah melaksanakan berbagai macam kegiatan keagamaan, salah satunya melalui pengajian umum dengan menghadirkan tokoh agama mengupas panjang lebar seputar peristiwa Isra miroj dan mengungkap pesan moral dibalik peristiwa tersebut.
Isra Miraj merupakan peristiwa klasik yang telah lama dibicarakan,dan di kaji oleh banyak kalangan,termasuk juga dikalangan intelektual muslim dengan menekankan pada sebuah keyakinan spiritual akan sebuah peristiwa yang diasumsikan diluar wilayah akal. Dikatakan demikian, karena perjalanan tersebut hanya membutuhkan waktu yang sangat singkat dengan jarak tempuh yang sangat jauh, bahkan jarak tempuh yang melampaui kerajaan bumi menuju sidrorutul Muntaha. Maka membicarakan peristiwa ini tidak cukup dengan menggunakan pendekatan akal namun lebih pada sisi hati nurani untuk memperoleh kebenaran.
Tulisan ini tidak akan lagi mempermasalahkan kebenaran peristiwa tersebut, melainkan mengkajinya dari dimensi yang belum terbaca, yaitu dimensi intelektual yang terkandung dalam peristiwa isra miraj. Dengan kata lain, yang menjadi titik tekan utama dalam peristiwa tersebut bukan lagi dimensi luar saja namun lebih pada makna dibalik peristiwa Isramiraj tersebut.
Maka guna menuai kebutuahan tersebut, akan digunakan paradigma komunikasi dengan berpijak pada teori audiens dari Stuart Hall yang menekankan pada aspek resepsi sebuah pesan. Dimensi komunikasi dalam Isramiraj, Secara historis, peristiwa isramiraj di pahami sebagai sebuah perjalanan nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa dilanjutkan naik menuju Sidratul Muntaha dengan tujuan menerima sebuah perintah Shalat sebanyak lima waktu, terdiri dari 17 rakaat sehari semalam. Dalam Perjalanan tersebut, terdapat beberapa unsure komunikasi, diantaranya : Allah SWT sebagai komunikator utama yang memiliki kehendak untuk menyampaikan pesan berupa perintah Shalat. Kedua nabi Muhammad sebagai komunikan pertama yang dipasrahi oleh komunikator untuk menerima pesan.
Berdasar peristiwa komunikasi tersebut, yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana nabi Muhammad sebagai komunikan menerima sebuah pesan Tuhan. Dalam encoding and decoding, Stuart Hall, membagi model penerimaan pesant menjadi tiga: a) conform, yaitu sebuah sikap penerimaan pesan yang dilakukan oleh komunikan secara taken for granted. Artinya tidak lagi berpikir tentang pesan tersebut yang penting dia mengikuti dan menerima apa adanya. b) opposited, yaitu sebuah penerimaan dan penggunaan pesan yang dilakukan untuk melakukan perlawanan terhadap pesan tersebut. Model ini kerapkali dilakukan oleh para komunikan yang memiliki kepentingan, dan bertentangan dengan pesan tersebut. c) negosiated, yaitu sebuah pembacaan audiens/communican terhadap sebuah pesan yang dilakukan secara negosiatif-komunikatif. Artinya, komunikan tidak menerima begitu saja melainkan membacanya dan merelevansikan dengan sebuah kenyataan, dan kebutuhan sasaran pesan.
Teori diatas, apabila digunakan untuk membaca proses penerimaan pesan yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW, maka dapat dikatakan bahwa model yang digunakan oleh nabi Muhammad adalah bersifat negosiatif komunikatif. Dikatakan, demikian karena telah terjadi proses negosiasi yang dilakukan oleh nabi Muhammad dengan tuhan sebagai pemilik pesan, yang berisi permintaan pertimbangan atas jumlah Shalat yang diberikan kepada umat nabi Muhammad sebanyak lima puluh waktu dalam satu hari semalam. Dengan berbagai alasan dan pertimbangan, akhirnya permohonan komunikan dikabulkan oleh komunikator, dan Shalat menjadi lima waktu. Proses negosiasi tersebut, menggambarkan sebuah corak berpikir kritis-dialogis yang dilakukan dengan cara menelaah kembali pesan Tuhan, dengan melibatkan sebuah saran atau kontribusi pemikiran dari beberapa Nabi yang sempat berdialog dengan nabi Muhamad SAW. Dengan kata lain, Tuhan melatih nabi Muhammad untuk berpikir kritis dalam menyikapi persoalan, dan dalam menerima pesan, serta membiasakan hambanya untuk berkomunikasi dan berdialog dengan sesama untuk mencari jalan terbaik, dan tepat dalam menyelesaikan persoalan,dan melakukan perubahan.
Dengan demikian,secara implisit peristiwa isramiraj mengajarkan pada manusia khususnya umat Muhammad, untuk cinta pegetahuan melalui usaha gemar membaca, berpikir kritis dialogis dan menyebarluaskan pengetahun tersebut secara komunikatif kepada siapapun, agar pesan yang disampaikan bisa diterima dengan baik, dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran tanpa paksaan. Semangat ini, sangat tepat apabila diterapkan dalam kondisi zaman saat ini yang sarat akan kepalsuan dan dominasi kepentingan.
Oleh karena itu, sebagai kaum intelektual, khususnya insan akademik memiliki kewajiban untuk memupuk sikap kritis, menciptakan suasana komunikasi yang berbasis negosiatif dengan berbagai kalangan, agar dominasi kepentingan bisa di bongkar, dan perubahan sosial bisa terlaksana dengan baik.
Akhir kata dalam tulisan ini, dunia akan Indah jika diwarnai denagan komunikasi, kerja dan Karya.
Ditulis Oleh : Imam Syafi’i M.Kom.I
(Dosen KPI UAC Mojokerto)