Sekolah Rakyat : Harapan atau Ancaman?

Akhmad Fauzi
Penulis adalah Plt. Kepala Program Studi Tadris IPA Fakultas Tarbiyah UAC Mojokerto
(Refleksi Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2025)
Bidik – Tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Tanggal ini dipilih karena pada tanggal tersebut lahir sosok bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara yang memiliki cita-cita agung dan luhur akan masa depan Pendidikan generasi muda negara ini. Menjelang hari pendidikan nasional 2 Mei 2025, Presiden Republik Indonesia sedang mempersiapkan program Sekolah Rakyat yang merupakan implementasi dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Sekolah Rakyat merupakan program yang digagas oleh Pemerintah Pusat untuk memberikan layanan pendidikan gratis dan berkualitas kepada anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrim. Program ini bertujuan untuk memutus mata rantai kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dari keluarga tidak mampu. Sekolah ini dirancang dengan pengelolaan sekolah berasrama (boarding school) mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Penanggungjawab dari program ini adalah Kementerian Sosial.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 tercatat ada 4,2 juta anak Indonesia tidak bersekolah dengan beragam faktor diantaranya tidak punya biaya untuk sekolah, bekerja membantu orang tua, hingga keinginan untuk tidak melanjutkan sekolah. Tingginya jumlah anak tidak bersekolah ini tentu akan menjadi ancaman masalah sosial kemasyarakatan di kemudian hari. Hal ini yang mendorong Pemerintah Pusat bergerak cepat merespon dengan kehadiran program Sekolah Rakyat nantinya.
Penyelenggaraan program Sekolah Rakyat ini akan dimulai pada tahun ajaran 2025/2026 tepatnya pada bulan Juli. Target Pemerintah Pusat adalah membuka 200 Sekolah Rakyat, dan untuk tahun ajaran 2025/2026 akan beroperasi 53 Sekolah Rakyat. Tahap awal akan menggunakan gedung milik pemerintah baik Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota yang tidak terpakai untuk dialihfungsikan menjadi gedung Sekolah Rakyat. Anggaran yang akan digunakan untuk Sekolah Rakyat berkisar 100 miliar rupiah tiap satu Sekolah Rakyat, artinya untuk tahun ini dibutuhkan anggaran 5,3 triliun yang sebagian besar berasal dari Anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN 2025 dan dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
Sekolah Rakyat menyediakan beragam fasilitas dan layanan untuk peserta didiknya mulai dari asrama, seragam, makan bergizi, fasilitas olahraga dan kesehatan serta perlengkapan sekolah yang didapatkan secara gratis oleh semua peserta didiknya. Harapan dari Pemerintah adalah memberikan iklim belajar yang kondusif dan pembentukan karakter yang baik, sehingga nantinya anak-anak yang berasal dari keluarga miskin dan miskin ekstrim ini bisa menjadi pribadi yang cerdas jasmani dan ruhaninya untuk mengangkat taraf hidup perekonomian keluarganya di masa mendatang.
Banyak pihak menyambut positif program Sekolah Rakyat ini karena menjadi harapan dan merupakan langkah percepatan untuk mengurangi secara signifikan jumlah anak tidak sekolah. Di sisi yang lain, banyak juga pihak yang merasa program ini akan menjadi beban bagi Pemerintah utamanya karena anggaran yang digunakan terbilang besar yaitu 5,3 triliun untuk tahun ajaran 2025/2026. Anggaran tersebut dinilai dapat digunakan secara lebih tepat dan efektif untuk menyelesaikan ragam masalah Pendidikan di Indonesia.
Data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) menunjukkan pada tahun ajaran 2023/3024 terdapat 121.011 sekolah mengalami rusak berat di Indonesia. Data Kementerian PANRB pada tahun 2023 terdapat 731.524 guru berstatus non Aparatur Sipil Negara (non-ASN), termasuk guru honorer. Anggaran 5,3 Triliun tentu akan dapat menyelesaikan sebagian besar masalah gedung sekolah yang rusak berat dan pengangkatan guru honorer menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Terdapat beberapa ancaman terhadap pelaksanaan program Sekolah Rakyat diantaranya korupsi, segregasi sosial, kesenjangan pendidikan, kualitas pendidikan, hingga salah penanganan. Anggaran 100 miliar untuk tiap sekolah sangat berpotensi menjadi sasaran korupsi baru, apalagi pengelola lembaga pendidikan ini nantinya adalah orang-orang baru dari hasil rekrutmen yang dilakukan. Terdapat juga ancaman segregasi sosial, karena peserta didik di Sekolah Rakyat adalah anak dari keluarga tidak mampu, sehingga mereka terbatas hanya akan berbaur dengan sesama anak dari keluarga tidak mampu.
Ancaman berikutnya adalah kesenjangan pendidikan, dikarenakan sekolah ini terkesan menjadi sekolah elit bagi anak dari keluarga tidak mampu. Sedangkan banyak anak tidak mampu lainnya yang sudah bersekolah tetapi secara fasilitas dan layanan tidak sebaik konsep Sekolah Rakyat. Terdapat juga ancaman kualitas pendidikan, dikarenakan tenaga pendidik di sekolah ini merupakan sarjana-sarjana yang baru lulus dari Pendidikan Profesi Guru (PPG), yang minim pengalaman mengajar sehingga masih mencari format terbaiknya dalam mengajar.
Ancaman lain yang dihadapi adalah salah penanganan, dikarenakan program ini tidak dikelola oleh Kementerian Dikdasmen, melainkan dikelola oleh Kementerian Sosial. Kemensos menjadi regulator utama mulai dari perekrutan peserta didik, tenaga pendidik, hingga tenaga kependidikan. Sebaiknya Kementerian Sosial menjadi rujukan data untuk mendapatkan keterangan keluarga tidak mampu dan untuk pengelolan Sekolah Rakyat adalah pada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Hari Pendidikan Nasional adalah kesempatan untuk memperingati peran penting lembaga pendidikan dalam membentuk karakter, kepribadian dan masa depan yang cerah. Untuk itu penyelenggaraan Sekolah Rakyat harus benar-benar melalui pertimbangan dan kajian ilmiah yang mendalam, agar tidak sekedar menjadi program “populis-politis” yang akhirnya tidak tepat sasaran. Selamat Hari Pendidikan! Mari kita terus berjuang untuk akses pendidikan yang merata bagi setiap insan anak bangsa.